Thursday, March 24, 2022

Mengapa TAUBAT TIDAK MENGUBAH KEADAAN SAYA [1]

Bagian 1/4


 Syarat dan ketentuan berlaku.  Sakit tetap sakit. Susah tetap susah. 

#

Pembaca yang budiman

taubat adalah suatu bentuk penyesalan dengan keinginan dan tekad yang kuat untuk tidak kembali melakukan suatu perbuatan buruk (maksiat) itu lagi. 


Penyesalan itu dihasilkan oleh ilmu atau pengetahuan (deviasi terhadap baseline atau penyimpangan terhadap standar) yang dengan itu ia menjadi sadar bahwa kemaksiatan yang ia lakukan telah menjadi penyebab dari keburukan yang dialaminya. Untuk menghapus keburukan itu lah maka seseorang bertaubat.

Keburukan itu tidak selalu sesuatu yang kasat mata atau bersifat fisik, seperti: hilangnya properti, gagal dalam bisnis, jauh sakit, luka atau terbakar, putus cinta, dan lain-lain. 

Keburukan akan menyiksa, membuat manusia sengsara, merana bahkan bisa hingga akhir hayatnya.

Tetapi ada jenis keburukan lain yang lebih menyiksa dari itu, antara lain berupa: penyakit yang datang bertubi-tubi dan berkepanjangan, rasa was-was, rasa sedih, rasa takut yang berlebihan, galau, gundah, cemas, khawatir, frustasi, putus asa – yang tiada henti. Inikah yang disebut azab?

Problematika timbul tatkala penderitaan yang ia alami tidak kunjung berakhir atau harapannya tidak kunjung tiba walau ia sudah taubat.

Disini, keimanan seseorang benar-benar dalam ujian yang besar. Adalah hak Allah ﷻ  untuk menerima atau menolak permohonan taubat.

Bila ia seorang yang lemah iman maka ia akan bersegera kembali bermaksiat, misalnya kembali ke dukun, kembali menggunakan barang pusaka, kembali meminta pertolongan leluhur, kembali minum minuman berakohol, kembali berjudi, dan lain sebagainya.

Sebaliknya jika imannya kokoh kepada Allah ﷻ, niscaya ia akan memperbaharui taubatnya seraya menyempurnakannya (memeriksa kembali apakah masih ada perbuatan maksiat yang tersisa pada dirinya), tawakkal, dan berserah diri.


Allah ﷻ di dalam al Qur’an yang tiada keraguan kita atasnya berfirman.

Artinya: “… Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali 'Imran: 159)

Bila Allah ﷻ sudah suka atau ridha pada seseorang, maka nikmat apa lagi yang lebih untuknya?

#

Adakah pedoman praktis untuk ini?

#



trt-1